Halaman

Minggu, 21 Juni 2009

Bing Vs Google


Mendapat ancaman dari mesin pencari Bing Microsoft, Google panik dan mengambil langkah antisipasi. Pendiri bersama Google, Sergey Brin bahkan membentuk tim khusus terdiri dari engineer terbaik untuk melakukan upgrade di situs Google.
Brin, menurut sumber di dalam perusahaan raksasa teknologi itu, membentuk tim pakar mesin pencari dalam usaha mencari tahu perbedaan algoritma mesin pencari Bing dengan Google yang didirikannya pada 1998 bersama dengan Larry Page teman kuliahnya di Stanford University.
"Mesin pencari telah muncul dan hilang selama 10 tahun terakhir, tapi Bing secara khusus menarik perhatian Sergey," kata orang dalam itu seperti dikutip dari Washington Post.
Langkah Brin itu di luar kebiasaan dimana pendiri Google harus turun tangan seperti itu dan terlibat langsung di operasi harian perusahaan.
Namun juru bicara Google membantah berita itu. "Kami selalu memiliki tim kerja dalam memperbaiki mesin pencarian. Kami meluangkan lebih banyak waktu dan energi di pencarian di banding hal lain. Algoritma mesin pencari terus diperbarui,” katanya.
Microsoft meluncurkan Bing dua pekan lalu dengan dana marketing yang besar dan disebut-sebut antara US$80 juta hingga US$100 juta.
Raksasa software itu telah lama berjuang di bisnis pencarian dimana bekas mesin pencarinya MSN hanya mampu mengambil 8 bagian pasar jauh dibelakang Google 60% dan Yahoo! sebesar 20%.
Sebelumnya dalam usaha mendekati pasar Google, CEO Microsoft Steve Ballmer tahun lalu berusaha membeli Yahoo!. Namun tawaran itu ditolak.
sumber inilah.com
Selengkapnya...

Sistem Jaminan Halal pada Bank Syariah


Istilah sistem jaminan halal (SJH) atau halal assurance system (HAS) sudah tidak asing lagi di industri perusahaan produk halal. Saat ini setiap perusahaan yang menghasilkan produk halal dituntut dapat memberikan garansi kalau produk yang dimilikinya halal dikonsumsi oleh umat Islam.
Adalah Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia
(LPPOM-MUI) yang telah mengeluarkan standar sistem jaminan halal untuk perusahaan produk halal yang kini sudah diakui keabsahannya oleh berbagai negara, seperti Cina, Australia, Amerika, Kanada dan Malaysia. Halal assurance system adalah sistem jaminan halal bagi perusahaan yang memproduksi produk halal.

HAS merupakan suatu sistem yang menjaga kehalalan produk, di mana sistem dibuat sedemikian rupa dengan halal policy dan halal system diterapkan di semua tingkatan manajemen maupun di semua bagian, serta komitmen manajemen dan pegawai menjaga kehalalan dari suatu bahan untuk menghasilkan halal produk. Awalnya produsen menerima sertifikat halal dari MUI. Audit yang dilakukan oleh LPPOM-MUI adalah audit bahan dari hulu ke hilir dengan juga melakukan traceability terhadap sumber bahan baku. Setelah diaudit, hasil audit dilaporkan ke Komisi Fatwa MUI. Bila lolos maka keluarlah sertifikat halal, yaitu fatwa tertulis terhadap status kehalalan suatu produk. Di sini halal bersifat lizatihi. Tidak ada bahan najis atau haram boleh tercampur. Hal ini menganut zero tolerance.
Sertifikat halal yang dikeluarkan oleh MUI berlaku dua tahun. Semasa dua tahun inilah perusahaan harus menerapkan HAS.Paling lambat enam bulan setelah menerima sertifikat halal, perusahaan sudah siap diaudit oleh LPPOM-MUI dalam rangka mendapatkan sertifikat HAS. Bila tiga kali audit mendapat nilai A, maka perusahaan mendapatkan sertifikat tersebut. Di sini dimaknai bahwa perusahaan harus membuktikan
dengan sistemnya, mereka konsisten memproduksi produk halal. Mengapa mereka perlu konsisten? Sering kali bahan baku halal terbatas, sedangkan bagian marketing
ingin meningkatkan pemasaran, produk yang ada perlu dimodifikasi, dan ditambah bahan tertentu agar lebih laku di pasaran. Di sini terlihat ada kemungkinan terjadi conflict of interest antara bagian produksi dan marketing.

Faktor internal dan eksternal
Beberapa faktor internal dan eksternal perusahaan juga dapat memengaruhi perusahaan untuk tidak memproduksi produk halal. Dengan sistem yang menjamin kehalalan maka diharapkan produk yang dihasilkan dapat dijamin kehalalannya.
Adanya SJH ini diharapkan dapat melindungi kepentingan umat Islam yang mayoritas di Indonesia dalam perilaku konsumsi. Sebagai penduduk yang mayoritas di Indonesia, umat Islam berhak mendapatkan akses produk yang halal.
Salah satu caranya dengan memberlakukan SJH pada perusahaan-perusahaan yang memproduksi produk halal. Dengan SJH ini, umat Islam dapat mengonsumsi produk tanpa ada kecemasan ataupun kekhawatiran kalau produk yang dipilihnya merupakan produk nonhalal (haram). Tidak dimungkiri jika produk-produk yang beredar di sekeliling kita, baik yang dijual di supermarket ataupun di tingkat pedagang pengecer, kebanyakan produk olahan yang sebelumnya diproses melalui mekanisme produksi dengan menggunakan berbagai bahan baku. Tidak tertutup kemungkinan bahan baku yang digunakan dalam proses produksi tercampur dengan benda yang haram, seperti babi dan turunannya. Critical point dalam SJH di perusahaan produk halal terletak pada ada dan tidak adanya benda haram di dalam proses produksi. Biasanya yang perlu diwaspadai sering terjadi pada gelatin. Dalam hal ini, SJH dapat mengontrol mulai dari bahan baku yang digunakan selama proses produksi hingga pada proses packaging untuk didistribusikan.
Sekarang timbul pertanyaan, bagaimana dengan SJH pada industri perbankan syariah? Apakah mekanisme yang kini sudah berjalan di industri perbankan syariah sudah memadai untuk menciptakan iklim SJH di dalamnya? Atau sebaliknya masih perlu membutuhkan SJH sebagaimana pada industri perusahaan produk halal? Hemat penulis, komentar Menteri Agama H Maftuh Basuni mengenai dana haji yang tidak dikelola
oleh industri perbankan syariah, menjadi sinyal perlu adanya SJH di industri perbankan syariah. Masalahnya, pada kesempatan itu Menag sempat berkomentar, mengapa Departemen Agama dalam menyelenggarakan ibadah haji tidak menetapkan hanya bank-bank syariah saja sebagai penerima dana tabungan haji bagi umat Islam yang ingin menunaikan ibadah haji? Jawabannya cukup mengagetkan, "Karena operasional bank-bank syariah belum mencerminkan syariah itu sendiri." Di perbankan syariah, diperlukan adanya halal assurance system dan sertifikat SJH adalah dalam rangka membuktikan bahwa bank syariah dapat menjamin kehalalan produknya yang bersifat lighairihi. SJH di industri perbankan syariah diarahkan untuk mem-back up sekaligus membantu tugas
dan fungsi Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang sudah ada di setiap industri perbankan syariah. Dalam prosesnya, SJH pada industri perbankan syariah telah mempunyai prosedur tetap yang dapat dijadikan Standard Operating Procedure (SOP) dalam memberikan penilaian halal tidaknya operasional sebuah bank syariah. Berawal dari fatwa-fatwa ekonomi syariah yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang selanjutnya dijadikan acuan oleh regulator, dalam hal ini Bank Indonesia, untuk menetapkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) sebagai
payung hukum operasional bank syariah di Indonesia. Jadi, SOP untuk menilai operasional bank syariah mengacu pada ketentuan yang sudah ditetapkan dalam fatwa DSN-MUI dan PBI.
Dengan menggunakan model check list, kita dapat merumuskan sistem jaminan halal di industri perbankan syariah. Check list ini berfungsi untuk melihat nilai kesesuaian antara operasional bank syariah dan ketentuan yang ada dalam fatwa DSN-MUI dan PBI.
Penilaian tersebut mencakup akad-akad yang digunakan, investasi yang dilakukan, produk yang ditawarkan dan marketing yang diterapkan. Semuanya harus zero haram (nilai haram = nol). Artinya, tidak ada toleransi terhadap unsur nonhalal (haram) dalam memberikan penilaian. Titik kritis (critical point) dalam SJH di industri perbankan syariah terletak pada ada tidaknya unsur bunga (riba), gharar (ketidakjelasan), maysir (perjudian), risywah (suap), tadlis (penipuan), dan dzulm
(aniaya) dalam operasional bank syariah. Dalam praktiknya, penilaian SJH di industri perbankan syariah dapat dilakukan oleh auditor independent yang dalam hal ini dapat dilakukan oleh Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN).
Bank syariah yang sudah berjalan di atas rel SJH akan memperoleh sertifikat halal dari DSN-MUI. Sertifikat ini sebagai bukti bahwa bank syariah operasionalnya telah dijamin sesuai dengan kaidah syariah Islam. Dengan adanya SJH di industri perbankan syariah akan memberikan stimulan bagi umat Islam untuk lebih yakin bertransaksi dengan bank syariah. Hati nasabah akan lebih tenang (tuma’ninah an-nafs) jika operasional suatu bank syariah berada dalam lingkup SJH.

Ikhtisar:
- Sertifikat halal adalah fatwa tertulis terhadap status kehalalan suatu produk.
- Perhatian utama sistem jaminan halal di perusahaan produk halal terletak pada ada dan tidak adanya benda haram di dalam proses produksi. (was)
Penulis: Dr HM Nadratuzzaman Hosen & AM Hasan Ali, MA
Selengkapnya...

Jumat, 19 Juni 2009

Al-Baqoroh Telah memberi Kita Alarm

Kita memang seringkali bersikap konsumtif terhadap jaminan-jaminan Allah. Padahal jaminan itu memerlukan kreativitas kita : artinya kita harus mengasah radar rokhani kita dengan menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya, baru kemudian berjanji Allah itu pantas untuk kita kenyam.
Sikap konsumtif itu nampakjuga pada kebiasaan banyak Muslim yang karena berbagai konditioning lingkungan ia tidak meletakkan Al Qur'an sebagai buku pokok atau literatur utama di tengah tumpukan buku-buku bantu yang bisa diperoleh di toko-toko buku atau di
Universitas dan Sekolah. Ibarat batu permata rokhaninya kurang digosok sehingga tidak cukup mengkilat untuk mampu memantulkan cahaya Allah.
Ayat 1 Al-Baqoroh, adalah suatu isyarat. Alf Laam Miim. Para Ulama menyerahkan artinya kepada Allah, sementara Ulama lainnya mencoba menafsirkannya. Ada yang menyebut itu adalah nama Surat, yang lainnya berpendapat itu semacam atraksi untuk menarik perhatian pembacanya, lainnya lagi menganggap itu suatu petunjuk bahwa bukan tidak ada maksud Allah untuk menurunkan Al Qur'an dalam Bahasa Arab, bukan Bahasa Jawa.
Tentu saja allohu a'lamu bishshowaab. Namun yang jelas : ia adalah suatu misteri, suatu rahasia. Tidak jelas rahasia macam apa, tapi jelas bahwa rahasia tersebut adalah rahasia. Mengapa ia suatu isyarat? Karena jika sebuah rahasia terang-terangan dijadikan intro (ayat pertama) dari Surat terpanjang ini, tentulah itu suatu tuntunan implisit bahwa memang demikian banyak rahasia yang sebaiknya kita'survey' di dalam ayat-ayat AlQur'an. Kita tidak paham apa Alif Laam Miim, tetapi kata ayat 2 : Tak ada keragu-raguan padanya, ia adalah petunjuk bagi orang-orang bertaqwa.
Adakah kita diberi petunjuk melalui rahasia? Ya, kata ayat 3, apabila kita adalah benar-benar orang-orang yang beriman kepada ghoib, yang mendirikan sembahyang serta menafkahkan sebagian rejeki. Dan kita tahu, yang ghoib, yang menurut para ahli Islam adalah segala sesuatu yang tidak bisa ditangkap oleh pancaindera, temyata bukan hanya para Malaikat, hari Akhirat dan lain-lain. Kita bisa membaca dan menuliskan Alif Laam Miim, namun ghoiblah yang dikandungnya. Maka sungguh mengherankan mengapa kita amat rajin menelusuri rahasia Al Qur'an. Maka sesungguhnya justru rahasia Alif Laam Miim itulah yang merangsang gairah, semangat dan tenaga setiap Muslim untuk dengan penuh sukacita dan rasa cinta meneruskan membaca ayat-ayat selanjutnya dan seterusnya, agar ia bisa bergabung dengan rahasianya.
Di bagian atas telah saya sebutkan tentang tidak ada satu gejala kehidupan pun yang tidak terangkum dalam Al Qur'an, kemudian diperingatkannya dan diberinya tuntunan. Artinya ayat-ayat Al Qur'an itu selalu aktual. Meskipun ia dulu memang diturunkan berdasarkan suatu proses kesejarahan tertentu, konteks sosiologis dan asbabun-nuzul tertentu, tetapi bukan Al Qur'anlah namanya apabila sesudah lewat suatu era sejarah tertentu lantas ia pun ikut lewat dan kehilangan aktualitas. Membaca dan menerapkan (dalam rasa dan pikiran) ayat demi ayat Al-Baqoroh umpamanya, kita segera akan bertemu dengan berbagai potret kehidupan masa kini yang sering kita alami, kita libati, dan kita amati.(bersambung)
(Emha Ainun Nadjib/"Nasionalism e Muhammad - Islam Menyongsong Masa Depan"/Sipress/ 1995/PadhangmBul anNetDok)
Selengkapnya...

Mac OS X Snow Leopard Terbaru


Apple memperkenalkan Mac OS X Snow Leopard, versi terbaru dari sebuah inovasi Mac. Snow Leopard diciptakan dari inovasi OS X selama bertahun-tahun dan sukses dengan ratusan perbaikan.

Inti teknologi baru yang cukup menonjol adalah, dukungan yang lebih untuk Microsoft Exchange dan fitur-fitur dengan aksesibilitas yang baru.

"Kami membuat ini dari keberhasilan Leopard dan telah menciptakan sebuat pengalaman yang lebih baik bagi para pengguna kami dari mulai instalasi sampai penutupan," ujar Bertrand Serlet, Apple Senior Vice President of Software Engineering, dalam keterangan resminya, Sabtu (13/6)

"Para teknisi Apple telah membuat ratusan perbaikan, sehingga dengan Snow Leopard, sistem Anda akan menjadi lebih cepat, lebih cepat tanggap dan bahkan lebih dapat diandalkan dari sebelumnya," sambungnya.

Pengguna akan menyadari Finder yang lebih cepat tanggap; Time Machine dengan kemampuan hampir 50 persen lebih cepat dalam menyimpan data. Sebuah Dock dengan integrasi Expos; Safari 4 dalam versi 64-bit yang mendorong performa dari mesin Nitro JavaScript sampai dengan 50 persen dan kebal terhadap crashes yang diakibatkan oleh plug-ins.

Snow Leopard juga melingkupi QuickTimeX yang terbaru, dengan alat pemutar yang dirancang ulang sehingga dapat lebih dilihat oleh pengguna, merapikan dan membagikan video ke YouTube, MobileMe ataupun iTunes. Snow Leopard tetap berukuran setengah lebih kecil dari versi yang sebelumnya dan menyediakan kapasitas drive sebesar 6GB begitu diinstal.

Snow Leopard sendiri akan hadir sebagai pembaharuan bagi pengguna Mac OS X Leopard di September 2009. (Althaf/okz/arrahmah.com)
Selengkapnya...

Search Engine Rabi Ortodok


Ahli agama Yahudi yang dilarang menggunakan internet, kini bisa menggunakan mesin pencari bernama Koogle. Layanan itu memenuhi standar rabi ortodok yang dilarang mengakses internet agar tidak melihat materi pornografi.

Situs di http://www.koogle.co.il menghilangkan materi yang dilarang oleh agama, misalnya foto-foto yang menurut rabi ortodok dinilai sebagai dosa, kata manager situs itu Yossi Altman.

Situs itu berisi link ke berita-berita Israel. Tapi akses ke situs belanja difilter dimana rabi ultra ortodok dilarang memiliki perangkat misalnya TV.

"Situs itu alternaf dari kosher bagi Yahudi ultra-ortodok agar bisa surfing di internet," kata Altman.

Situs itu dibuat sebagai bagian untuk mencari solusi bagi Yahudi ultra-ortodok untuk browsing web terutama yang vital, tambahnya. (Althaf/inilah/arrahmah.com)
Selengkapnya...

Senin, 15 Juni 2009

Kafilah 190 juta

Kafilah 190 juta
Menatap cakrawala
Astaga!
Kafilah 190 juta
Menatap cakrawala

Aku sapa mereka dan bertanya:
"Gerangan apa yang tampak di cakrawala?"
Serempak terdengar jawaban dari mulut mereka:
"Jakarta teguh beriman, Yogyakarya berhati nyaman
Solo berseri, Semarang kota atlas, Salatiga..."

Kafilah 190 juta
Betapa, O, betapa
Kafilah 190 juta cintaku
Bersepakat untuk menempuh
Perjalanan yang berjejal-jejal
Dan penuh sesak

Kulambaikan tanganku dan kutegur :
''Perjalanan macam apakah gerangan
yang kalian tempuh, saudara-saudaraku? "
Bergema jawaban dari seluruh barisan:
"Perjalanan jangka panjang!
Perjalanan bertahap-tahap! "

Kafilah 190 permata jiwaku
Bersepakat untuk mengubah
Perjalanan yang sendiri-sendiri
Menjadi perjalanan bersama-sama

Aku bisikkan ke telinga sebagian mereka:
"Bersama-sama duduk dan bersama-sama berdirikah
kalian dalam perjalanan bahagia ini?"
Dengan berbisik pula sebagian anggota rombongan itu
menjawab: "Sebagian dari kami berhak untuk duduk,
sebagian yang lain berkewajiban untuk berdiri"

Kafilah 190 juta
Berderap langkahnya
Berderak suara kakinya
Lagu-lagu kekompakan mereka bagai hujan
Nyanyian kebulatan tekad mereka bagai sejuta akar tunjang
menancapi tanah di hutan dan ladang-ladang

Tergiur hatiku hendak bernyanyi bersama mereka
Sehingga demi menyatukan nada dan irama, kupastikan
dulu aransemen dengan bertanya:
"Lagu apakah sebenarnya yang kalian dendangkan?"
Orang-orang itu menjawab dengan teguh dan tatapan
mantap ke depan: "Lagu persatuan dan kesatuan"
"Kenapa ada kudengar nada yang agak tidak sama
antara satu barisan dengan lainnya?" kataku
"Karena sebagian kami menyanyikannya dengan raing
gembira, sementara sebagian yang lain melagukannya
dengan tangis dan deraian air mata"

Kafilah 190 juta
Berjuta kaki berjalan
Berjuta kaki berduyun-duyun
Berjuta kaki berayun-ayun

Kepada kaki yang berjalan aku bertanya:
"Berapa tahap lagikah perjalananmu akan tiba?"
Dengan agak malu-malu kaki itu menjawab:
"Kami belum tiba pada jenis pertanyaan itu
Yang kami urus barulah bagaimana mengulur-ulur
perjalanan ini tidak dengan hutang demi hutang"

Kepada kaki-kaki yang berduyun-duyun aku kemukakan
rasa bangga: "Betapa nikmatnya manusia yang membangun!"
Tapi mereka menjawab: "Kami belum membangun, kami
sedang dibangun untuk dijadikan batu-bata pembangunan"

Kepada kaki yang berayun-ayun aku lontarkan rasa
cemburu: "Alangkah nyaman mengayunkan langkah
ke hari depan!"
Tapi yang ini pun menjawab: "Kaki kami terayun-ayun
loncat dari tanah, sawah dan kebun kami; sesudah
tiba-tiba saja hadir siluman yang membelinya dengan
paksa, dengan harga yang mereka sendiri pula yang
menentukannya"

kafilah 190 juta
Bergemuruh!
Bagai putaran baling-baling mesin kemajuan
Di tengah barisan demi barisan berderap
Di tengah 190 juta langkah berderak

Aku berteriak: "Wahai, betapa gegap gempita suara kalian!"
Aku mendengar jawaban: "Yang bersuara ini hati kami,
sedangkan mulut kami terbungkam!"
Aku berteriak: "Wahai, betapa riang gembira
perjalanan kalian!"
Aku mendengar jawaban: "Tentu saja, karena tangis
kesengsaraan sedalam apa pun harus kami ungkapkan
dengan penuh keriangan!". ..

1993
(Emha Ainun Nadjib/"Doa Mohon Kutukan"/Risalah Gusti/1995/Padhangm BulanNetDok)
Selengkapnya...

Minggu, 14 Juni 2009

Nasionalisme Burung-burung

Engkau selalu bertanya kepada burung-burung, tanpa engkau sadari bahwa engkau selalu bertanya kepada burung-burung: "Milik siapakah kalian?"
Dan burung-burung selalu menjawab: "Pemilik kami Tuhan kami, namun Ia meminjamkan diri kami ini kepada kami, kemudian kami pinjamkan diri kami kepada kumpulan manusia yang menghuni tanah dan padang-padang di mana kami beterbangan mencari makan"
Seterusnya engkau bertanya: "Kapan kalian akan mengembalikan diri kalian kepada Tuhan, dan kapan kumpulan manusia itu akan mengembalikan diri kalian kepada diri kalian?"
Burung-burung menjawab: "Setiap saat, kapan pun saja, kami siap mengembalikan diri kami kepada Pemiliknya. Namun kami tak bisa melakukannya, karena manusia tidak mau mengembalikan diri kami kepada diri kami...."


***

Demikianlah juga jawaban pepohonan, rumput-rumput, gunung dan perbukitan; demikianlah juga jawaban tanah dan air, darah dan daging, hutan dan sungai-sungai, jika engkau bertanya: "Milik siapakah kalian?" Sehingga engkau akan terheran-heran dan melanjutkan pertanyaan:
"Apakah manusia itu sejenis makhluk yang kalau meminjam tidak bersedia mengembalikan? yang kalau berhutang, selalu menunda-nunda pembayaran, sampai saat maut menghadang, sampai di bilik pengap penjara ia digeletakkan, sampai dari singgasananya ia dicampakkan? ataukah manusia itu sejenis ciptaan Tuhan yang sedemikian dungunya sehingga kalau mencuri malah merasa memiliki, dan kalau memonopoli malah merasa paling berjasa sendiri?"

***

Maka aku juga ingin engkau selalu membisikkan ke telingaku apa kata burung-burung itu, apa kata hutan, pegunungan, angin dan lumpur. Aku ingin engkau membisikkan ke telingaku dendang hati mereka tentang negeri ini. Aku ingin mendengar nyanyian-nyanyian itu kembali:
Nasionalisme bukanlah tali ikatan antara satu jenis burung yang membedakan diri dari jenis-jenis burung yang lain
Nasionalisme adalah persentuhan getaran hatinurani seluruh burung-burung, seluruh burung-burung
Nasionalisme bukanlah pada wilayah hutan belantara mana burung-burung boleh hinggap dan beterbangan
Nasionalisme adalah kesepakatan antara semua jenis burung tentang bagaimana memelihara hutan yang indah dan sehat bagi kehidupan setiap burung, setiap burung
Nasionalisme bukanlah burung dibikinkan sangkar oleh Tuannya, yang diulur naik ke puncak tiang di pagi hari, kemudian diturunkan dan dimasukkan kandang di sore hari
nasionalisme adalah burung tanpa sangkar, adalah burung di angkasa bebas, yang dari kebebasan itu hati dan kesadarannya belajar memahami dan merancang sangkarnya sendiri

***

Nasionalisme bukanlah mengketapel burung, menjerat dan mengurungnya, serta menjadikannya hiasan karena meskipun engkau mengelus-elus bulu dan sayapnya, namun engkau berdusta kepada hakikat burung-burung ketika merebut langit dan alam dari kehidupannya.
Nasionalisme bukanlah membatasi ruang terbang burung-burung, melainkan membuka peluang belajar dan pelatihan bagi nurani burung-burung untuk sanggup menciptakan batas-batas ruang terbangnya sendiri.
Nasionalisme bukanlah burung dalam sangkar bambu yang tunduk menghormati burung sangkar emas, atau burung sangkar emas meludahi burung sangkar bambu.
Nasionalisme adalah burung-burung sangkar langit, burung-burung sangkar alam semesta, burung-burung sangkar jagat yang tak dibatasi garis kepentingan kelas-kelas burung, oleh egosentrisme dan penghisapan sejenis burung atas sejenis burung yang lain
Nasionalisme bukanlah burung-burung yang engkau tawan dan engkau jatah makan minumnya serta engkau tentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh disantapnya.
Nasionalisme adalah menguakkan kesanggupan burung-burung yang tanpa akal senantiasa mengerti apa yang berhak dimakannya dan apa yang terlarang untuk diminumnya.
Nasionalisme burung-burung tidak punya tuan, nasionalisme burung-burung hanya punya Tuhan.
Nasionalisme adalah burung-burung yang menentukan dan memiliki pemuka-pemuka. Pemuka-pemuka yang bertugas untuk menjadi pekerja yang memenuhi keperluan seluruh burung-burung, sehingga seluruh burung-burung itu bersedia menyisihkan pendapatannya untuk memberi makan kepada pemuka-pemukanya.

***

Burung-burung tak dimiliki oleh Tuan, burung-burung hanya memiliki Tuhan. Sebab jika Tuan memilikinya, mereka tak boleh memiliki Tuannya, sedang jika mereka dimiliki Tuhannya, itu berarti Tuhan adalah milik mereka.
Burung-burung sangat mengerti bahwa hak tertinggi yang dimiliki oleh setiap makhluk hidup adalah memperoleh pinjaman dari Tuhannya sejumlah yang diperlukannya, adalah makan dan minum sebanyak yang dibutuhkannya
Burung-burung sangat memahami bahwa hanya tatkala lapar ia berhak memetik makanan dari alam, dan hanya ketika haus ia berhak menimba minum dari alam
Burung-burung sangat bersetia kepada kenyataan betapa Tuhan sangat memiliki segala sesuatu, namun senantiasa pula ia tak memakainya sendiri melainkan meminjamkannya
Betapa Tuhan sangat memiliki kesanggupan untuk menggenggam apa pun saja, untuk merampas apa pun saja, serta untuk mengambil alih apa pun saja, namun ia tak melakukannya
Sehingga burung-burung selalu sangat merasa heran betapa ada makhluk-Nya yang tak memiliki namun berlaku sebagai pemilik, yang tak berkewenangan namun bertindak sebagai penguasa, yang tak berhak namun mengambil apa saja yang dinafsuinya, yang berkedudukan hanya sebagai hamba namun segala jenis penghisapan, perbudakan dan penindasan dilakukannya

***

Nasionalisme burung-burung tidak mempersoalkan di sarang pepohonan apa telornya menetas, oleh karena itu segenap burung di muka bumi mencicit-cicit apabila ada saudara-saudaranya sesama makhluk datang bagai banjir, menebangi pohon-pohon, sehingga merasa kehilangan tempat untuk membuat sarang-sarang
Nasionalisme burung-burung tidak mempersoalkan apa warna telor mereka, berbentuk lonjong atau bulat, oleh karena itu segenap burung di hamparan tanah ini mendongakkan paruh-paruh mereka apabila tiba mesin besar entah dari mana yang menyeragamkan bentuk telor mereka
Nasionalisme burung-burung tidak mempersoalkan apa warna bulu atau berapa besar tubuh mereka, oelh karena itu segenap burung-burung di kehangatan alam ini mengepak-ngepakkan sayap mereka apabila hadir pisau besar yang memangkas bulu mereka dan membonsai badan-badan mereka
Nasionalisme burung-burung adalah negeri cinta kasih yang dibatasi hanya oleh cakrawala dan langit biru, sungai, gunung-gunung, hutan, samudera dan pulau-pulau hanyalah torehan garis dan warna-warni dalam kanvas lagu pujaan mereka kepada Tuhan
Nasionalisme burung-burung adalah kesepakatan untuk menjaga kemerdekaan seluruh alam. Negara burung-burung adalah pembangunan tempat dan kesejahteraan utnuk saling memerdekakan dan mengasihi

***

Jika burung-burung rajawali, jika burung-burung hantu, jika burung-burung raksasa lainnya bergerombol untuk mematuki burung-burung kecil dan merampas jatah makan minum dan kemerdekaan mereka: maka jagat cinta kasih terbelah menjadi dua negeri. Yang satu negeri para penindas, lainnya negeri para tertindas
Para penindas berlaku sebagai tuhan, sedangkan para tertindas sesak napasnya tidak hanya oleh kekuasaan yang menindih, tapi juga oleh cinta dan kesantunan yang tidak disemaikan di bagian manapun dari tanah Tuhan
Nasionalisme burung-burung terluka dan mengucurkan darah, karena seluruh burung-burung kecil di mana saja di permukaan bumi terjaring menjadi satu negara rahasia yang tergetar nuraninya, serta bersiap menagih di hari esoknya

1989
(Emha Ainun Nadjib/"Doa Mohon Kutukan"/Risalah Gusti/1995/Padhangm BulanNetDok)
Selengkapnya...

Jumat, 12 Juni 2009

Pengembangan TAKAFUL Ke depan

Untuk memasyaratkan serta memperluas jaringan Takaful, tentu memerlukan partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat, terutama Ulama, Tokoh adat, Pemuka masyarakat, Cendekiawan, Politisi, Ekonom serta para pendakwah/Khatib, sebab untuk memulai pengembangan bisnis asuransi apapun, yang paling dominan adalah menumbuhkan kepercayaan umat. Sebab bisnis ini adalah saling mempercayai. Selama ini masyarakat merasa tabu, antipati terhadap asuransi bukanlah disebabkan alasan syar’i saja, atau kondisi ekonomi, dan latar belakang pendidikan, tapi lebih dominan disebabkan pengaruh sikap ketidakjujuran sebahagian besar pelaku bisnis asuransi, yang lebih mengedepankan keuntungan sepihak (perusahaan), sehingga seolah-olah masyarakat hanya sebagai perahan belaka.
Dari pengalaman Takaful selama ini ternyata sistem kemitraan dengan lembaga umat, seperti ICMI, perpustakaan masjid, muhammadiyah, nahdhatul ulama, persis, al-washliyah, pengelola ta’lim, koperasi serta bpr/bmt syari’ah dll., sangat memberi peluang apalagi kemitraan tersebut dimodifikasi lebih apik dan baik lagi.
Saat ini Takaful mengembangkan sistem outsourching, dimana sebahagian proses kerja Takaful diserahkan pada pihak lain, dengan mengedepankan konsep win win, sehingga diharapkan seluruh Lembaga Syari’ah, perusahaan serta siapa saja yang bersedia (muslim), menjadikan Takaful sebagai mitranya.
Target yang diharapkan dengan sistem ini adalah memberikan kesempatan untuk perluasan pasar dan jaringan pemasaran, membuka lebih luas lapangan pekerjaan, lebih memasyarakatkan bisnis asuransi bersyari’ah, serta menciptakan suasana ukhuwah yang lebih optimal. Setidaknya konsep ini memberikan pengaruh pada persepsi umat untuk lebih berani mengenal Takaful, menjadikan sebagai buah bibir sekaligus menjadi buah hati umat, sehingga setiap daerah malah kecamatanpun ada Takaful.

PENUTUP

Tumbuh dan berkembangnyaTakaful akan sangat tergantung pada respons umat, artinya perkembangan Takaful sesungguhnya sangatlah menjanjikan bila seluruh kita sama-sama menjadikannya sebagai solusi dan alternatif dalam memenuhi keinginan berasuransi. Konsep syari’ah yang menjadi asas perusahaan memang diharapkan dapat menghilangkan unsur riba, maisir dan gharar, sehingga setiap peserta Takaful dan umat Islam merasakan bahwa unsur tersebut berubah dengan nilai syari’ah yang sebenarnya.
Sikap peduli dan saling mempercayai, membantu dan melindungi sangat menonjol terutama dapat dirasakan dampaknya tidak hanya untuk sesama peserta tapi untuk kesejahteraan umat.
Umat Islam diharapkan dapat meningkatkan partisipasinya dalam memajukan sistem syari’ah di negeri mayoritas ini, tentunya bukan hanya dalam hal berasuransi, dan perbankan lainnya, tapi juga dalam meningkatkan kualitas umat Islam.
Kemiskinan iman, ilmu, miskin persaudaraan harus diselesaikan dengan menghidupkan konsep jihad, ukhuwah, asamuh dan dawam terhadap upaya memajukan umat.
Konspirasi sekuler , marxisme, dan sejenisnya yang bercita-cita memojokkan simbol dan nilai Islam wajib ditantang dengan konsep aqidah tauhidullah dan intelektualitas, serta dibarengi upaya kepedulian masalah penderitaan kaum dhu’afa, faqir miskin, dan ini membuktikan bahwa nilai ajaran Islam sebagai addin yang universal.
Stabilitas ekonomi yang masih belum pulih harus ditertibkan oleh umat ini dengan mengenmbangkan sikap amanah, saling toleransi, menghilangkan negatif thinking, berubah menjadi ihsan, berakhlak Rasulullah SAW....
Sejarah membuktikan bahwa dengan nilai amanah, berniat benar, berkaa benar, kesuksesan Islam mampu menerobos dunia, semua ini terangkum dalam kata :
Akhlaqul karimah.
Krisi hari ini bukanlah diakibatkan semata-mata krisi ekonomi, tapi lebih penting adalah krisis akhlak, moral, krisis amanah, sehingga kebohongan dan kepalsuan bermunculan di mana-mana. Ingatkah kita bila kebohongan telah berjalan, maka kebohongan pertama itu akan diiringi kebohongan berikutnya, sehingga manusianyapun hidup dalam serba kebohongan, dan itulah masyarakat penuh kemunafikan.
Kondisi ini tidak boleh berlarut-larut, semua kita wajib merubahnya dengan cara menempuh persaudaraan dan saling mempercayai, menghapus prediksi syubuhat atau pikiran negatif secepatnya, selain itu upaya membekali nilai kejujuran bagi generasi ini wajib dimulai dari setiap pribadi, sehingga kita berani menjadi teladan bagi anak serta keluarga.


Drs. H. Masyhuril Khamis, SH
Head of Regional Manager I

Selengkapnya...

Konsep Dasar TAKAFUL

Takaful dalam menjalankan usahanya bertujuan memberikan perlindungan kepada peserta yang bermaksud menyediakan sejumlah dana bagi ahli warisnya dan atau penerima hibah, wasiat,bilamana peserta tersebut meninggal dunia. Selain itu sebagai tabungan atau menjadi dana persiapan, bilamana mendapatkan kesulitandana, akibat sakit, kecelakaan maupun karena sebab lainnya.
Karena itu Takaful menerapkan konsep dasar antara lain:
1.Saling bertanggung jawab, dimana sesama peserta mampu merasakan bahwa antara satu dengan lainnya bersaudara. Rasulullah SAW.. mencontohkan persaudaraan itu seperti tubuh manusia, yang apabila satu sakit, yang lain ikut merasakannya dan berupaya menyembuhkannya.

2.saling bekerja sama dan saling membantu, artinya sesama peserta harus semakin meningkatkan kepeduliannya dalam upaya meringankan beban saudara yang lain. Nabi SAW... mengajarkan bahwa siapa yang meringankan kebutuhan hidup saudaranya, Allah akan meringankan kebutuhan hidupnya. Jadi dengan bertakaful, diharapkan azas kebersamaan akan tercipta dengan sendirinya, sehingga komitmen saling membantu benar-benar tercipta.
3.saling melindungi, dimana semua peserta harus berprinsip bahwa tidak sempurna iman seseorang yang dapat tidur nyenyak dengan perut kenyang, sedang tetangganya menderita kelaparan. Artinya komitmen membela dan saling mensejahterakan sangatlah diharapkan tercipta melalui kepesertaannya di Takaful.

Ketiga konsep ini tidak akan dapat dilaksanakan, bila nilai taqwa dan iman yang kokoh serta niat ikhlas belum meresap secara mendalam pada semua peserta dan pengelola Takaful.
Pada dasarnya konsep ini ada pada asuransi konvensional, namun dalam aplikasinya masih mempunyai kekurangan, di antaranya unsur-unsur al-gharar, maisir dan ribawi masih terasa akrab dalam pelaksanaannya. Karenanya konsep dasar ini harus bermuara pada operasional pelaksanaannya, sehingga komitmen saling menolong, melindungi dan bertanggung jawab benar terlaksana.
Oleh:
Drs. H. Masyhuril Khamis, SH
Head of Regional Manager I
Selengkapnya...

Takaful, Asuransi Syari'ah, Suatu Solusi

Menurut beberapa literatur, kira-kira abad kedua Hijriyah atau abad ke dua puluh Masehi, pelaku bisnis dari kaum muslimin yang kebanyakan para pelaut, sebenarnya telah melaksanakan sistem kerja sama atau tolong menolong untuk mengatasi berbagai kejadian dalam menopang bisnis mereka, layaknya seperti mekanisme asuransi.
Kerjasama ini mereka lakukan untuk membantu mengatasi kerugian bisnis, diakibatkan musibah yang terjadi semisal ; tabrakan, tenggelam, terbakar atau akibat serangan penyamun.
Sekitar tujuh abad kemudian, sistem ini akhirnya diadopsi para pelaut eropa dengan melakukan investasi atau mengumpulkan uang bersama dengan sistem membungakan uang. Dan pada abad kesembilan belas,, dan cara membungakan uang inipun menjelajahi penjuru dunia, terutama setelah dilakukan para taipan keturunan Yahudi.
Para penghujung abad kedua puluh, atau tepatnya abad kelima belas Hijriyah, para ekonom muslim mulai menelorkan dan merenocvasi konsep ekonomi Islam. Mereka adalah rangkaian emas dari Abu Yusuf menghasilkan al-kharaj dan Abu ‘Ubaid menulis kitab al-amwal.
Asuransi adalah salah satu lembaga ekonomi yang menjadi fokus para perhatian pakar muslim, sehingga konsep yang menggunakan format maisir, riba, gharar yang berjalan selama ini mesti dirubah menjadi sistem bagi hasil, tolong menolong dengan mendorong pemanfaatan Tabarru. Selain itu sistem asuransi syari’ah mestilah mempunyai komitmen untuk kesejahteraan bersama dengan dimulai aqad yang jelas, bukan aqad jual beli.

TAKAFUL, ASURANSI SYARI’AH
Di indonesia Asuransi Takaful telah berdiri sejak 25 agustus 1994, merupakan salah satu dari sekitar 13 perusahaan asuransi sedunia yang memiliki sistem yang sama. Kehadirannya di indonesia pantas memberi angin segar sekaligus sebagai upaya memberikan alernatif berasuransi secara Islami, apalagi jumlah penduduk muslim di negeri ini adalah mayoritas.
Selain itu Asuransi Takaful merupakan solusi terbaik antisipasi finansial, dengan demikian ada dua hal yang secara nyata ddituntut untuk dilaksanakan, yaitu : penyiapan dana yang aman dan profitable, serta akumulasi dana yang halal.
Dalam ajaran Islam menyantuni anak yatim, mereka yang tertimpa musibah, baik kematian, kehilangan harta benda, dan sejenisnya, sangatlah dianjurkan, artinya kontribusi sesamanya untuk meringankan pa\enderitaan saudaranya sangatlah diharapkan, dan inilah hakikat persaudaraan sebenarnya yang disebut ta’awun, itsar, ukhuwah, sehingga aplikasinya terasa menjembatani antara yang senang dan susah.
Pada hakikatnya konsep inilah yang secara transparan diaplikasikan Asuransi Takaful, sehingga unsur penipuan (Gharar), maisir/peruntung-untungan, serta pengelolaan dana secara riba dihilanghkan, dengan harapan image negatif terhadapbisnis asuransi dapat diperkecil atau malah semakin positif.
Konsekwensinya setiap peserta Takaful harus menyisihkan sebahagian uangnya untuk keperluan dana tolong menolong atau iuran kebajikan (Tabarru) yang diniatkan untuk menyantuni peserta yang lain. Dana ini merupakan dana tolong menolong sesama peserta, perusahaan hanya sebagai pengelola atau pemegang amanah, artinya perusahaan berfungsi menjalankan amanah dari semua peserta untuk mengelola titipan dananya, agar dikelola sesuai syari’ah, dan diharapkan dapat beruntung. Sementara dana Tabarru dikelola untuk mengatasi kemungkinan musibah pada sesama peserta.
Dengan perkataan lain, bahwa dana peserta/premi, bukanlah milik perusahaan, jadi bila peserta berhenti atau ingin meminta kembali dana tersebut, perusahaan tidak bisa menghalanginya, dan bagi pesrta status yang berlaku selama ini, karena dana itu adalah miliknya. Hanya saja keuntungan investasi dana yang dikelola perusahaan itulah yang akan dibagi dengan sistem mudharabah (bagi hasil).
Justru itulah dalam perjanjian antara peserta dengan perusahaan , tidaklah memakai aqad “tabaduli” (jual beli), dan aqad mu’awadhah (pertukaran)tapi menggunakan aqad “Takafuli” (tolong menolong). Jadi salah satu perbedaan konkrit dengan sistem non syari’ah adalah penggunaan aqad ini, karenanya Takaful sangat tepat bila dinyatakan sebagai alternatif dan pengganti atas pola asuransikonvensional yang masih menerapkan aqad pertukaran dan aqad tabaduli (jual beli).
Fenomena sistem Takaful memang unik di tengah sistem kapitalis dan individualis yang berkembang, sehingga sistem ini secara finansial memungkinkan memperoleh manfaat yang jauh lebih baik, dan yang paling perlu semangat solidaritas antara sesama peserta terjalin erat dengan adanya iuran kebjaikan (tabrarru), dengan demikian sistem bagi hasil dan Tabarru, secara otomatis memerlukan transparansi dalam pengelolaan dana dan status penggunaan dana. Adapun manfaat secara bsnis yang diharpkan pengelola (perusahaan) adalah surplus dana yang ada, serta dana pengelolaan tahun pertama saja, yang secara terbuka disepakati untuk diambil dari premi/dana peserta.
Oleh sebab itu tidak ada alasan bahwa seseorang yang menjadi petugas asuransi menjadi nista, atau dianggap tabu, karena tunjangan bisnis yang diberikan kepada agen/petugas (khusus di Takaful) bersumber dari dana pengelolaan itu.
Oleh:
Drs. H. Masyhuril Khamis, SH
Head of Regional Manager I
Selengkapnya...

Mengevaluasi Merger

Di pasar sekarang ini, ada keterbatasan jumlah perusahaan yang bisa dijadikan target akuisisi (yaitu perusahaan yang memberikan keuntungan yang bisa diterima untuk harga yang ditawarkan). Guna meminimalisasi berbagai resiko membeli usaha yang secara ekonomis tidak menarik atau berkorban secara berlebihan bagi usaha yang menarik, manajemen harus melangkah lebih jauh dari analisis akuisisi standar. Umumnya, harga wajar untuk suatu perusahaan yang menjadi target adalah nilai perusahaan itu sendiri ditambah dengan keuntungan akuisisi yang berasal dari sinergi operasionalisasi, keuangan, dan pajak.
Berkenaan dengan ketidak-pastian perkiraan-perkiraan value driver (termasuk durasi masa perkiraan tersebut), manajemen kadang-kadang membenarkan mekanisme pembayaran premium yang tinggi dengan menerapkan label kualitas seperti secara strategis menguntungkan (strategic fit), “kesempatan pangsa pasar (market share opportunity)”, atau “urgensi teknologi (technological imperative)”
Pendekatan tersebut dapat saja memakan biaya yang banyak. Banyak perusahaan yang menjadi target saat ini merupakan penawar agresif masa sebelumnya. Guna membangun harga maksimum, manajemen dapat memanfaatkan analisis sinyal pasar yang bisa dicocokkan dengan analisis akuisisi standar. Eksekutif-eksekutif perusahaan juga dapat memulainya dengan perhitungan yang lebih mudah dilakukan: harga yang dibutuhkan untuk menyukseskan suatu penawaran. Manajemen perusahaan juga bisa menggunakan tawaran harga tersebut untuk membangun ekspektasi-ekspektsi minimum pasar terhadap kinerja pascamerger perusahaan sasaran.

Merger/Akuisis yang Efektif

Ada beberapa ciri-ciri akuisisi yang efektif:
-Perusahaan yang diakuisisi memiliki aktiva dan sumber daya yang komplementer terhadap bisnis inti perusahaan yang mengakuisisi.
-Akuisisinya bersahabat
-Perusahaan yang melakukan akuisisi memilih perusahaan-perusahaan sasaran dan melakukan negosiasi dengan hati-hati dan cermat.
-Perusahaan yang mengakuisisi memiliki kelonggaran keuangan (kas atau posisi utang yang menguntungkan).
-Perusahaan yang melakukan merger mempertahankan posisi untung dari tingkat rendah sampai moderat.
-Telah berpengalaman dan fleksibel dan mudah beradaptasi.
-Penekanan terus-menerus dan konsistensi pada riset dan pengembangan dan inovasinya. Selengkapnya...

Merger Dan Reorganisasi

Pengertian
Merger atau acquisition adalah kombinasi antara dua atau lebih perusahaan yang melebur menjadi satu perusahaan baru. Sementara itu penggabungan dengan cara lain yaitu dengan cara akuisisi yaitu perusahaan mengambil alih perusahaan lain yang kemudian dijadikan anak perusahaan atau digabungkan menjadi satu. Sementara reorganisasi atau restrukturisasi adalah strategi yang digunakan perusahaan untuk mengubah struktur bisnis atau keuangannya. Kegagalan strategi akuisisi sering kali memicu strategi restrukturisasi.

Mengapa Merger dan Reorganisasi diperlukan?
Merger dan akuisisi dibutuhkan karena untuk meningkatkan daya saing perusahaan, juga laba bagi para pemegang saham. Jadi strategi akuisisi digunakan hanya ketika perusahaan membeli mampu meningkatkan nilai ekonomisnya melalui kepemilikan dan penggunan aktiva perusahaan yang dibeli, kemudian yang dapat menjadi alasan untuk melakukan merger adalah:
a.Memperbaiki manajemen perusahaan. Dengan dilakukannya merger maka dapat mempertahankan karyawannya pada tingkat yang dibutuhkan dan kemakmuran pemegang saham menjadi meningkat.
b.Memperbaiki skala ekonomi. Maksud dari skala ekonomi adalah skala operasi dengan biaya rata-rata terendah.
c.Penghematan pajak. Dengan melakukan merger dengan perusahaan lain yang memperoleh laba dengan tujuan agar pajak yang dibayarkan oleh perusahaan yang profitable yang lebih rendah.
d.Diversifikasi. Bedasarkan pengalaman yang ada, perusahaan biasanya lebih mudah memperkenalkan produk baru dalam pasar yang baru yang akan dilayani perusahaan karena perusahaan telah memiliki jenis usaha yang lebih besar tanpa harus memulainya dari awal.
e.Menigkatkan pertumbuhan perusahaan. Sebenarnya dengan adanya perusahaan melakukan merger maka perusahaan akan mengatasi hambatan untuk masuki pasar, resiko yang lebih rendah, dan dapat membentuk kembali jangkauan kompetitif perusahaan. Dan itu pada akhirnya perusahaan akan menjadi tumbuh dan berkemjavascript:void(0)bang dalam bersaing.

Sedangkan perusahaan menggunakan strategi restrukturisasi karena perubahan dalam lingkungan internal maupun eksternalnya yang secara khusus artaktif bagi perusahaan diversifikasi tersebut berkenaan dengan kompetensi intinya yang telah dikembangkan dalam lingkungan internalnya. Dalam restrukturisasi ada beberapa macam yang digunakan, baik itu restrukturisasi binis, keuangan, manajemen, dan organisasi.
Selengkapnya...

Perlukah Kartu Kredit Syariah?

Fasilitas penggunaan kartu kredit syariah merupakan bagian dari pengembangan produk yang dilakukan oleh perbankan syariah untuk menjaring para nasabah. Sekaligus memberikan pelayanan kepada nasabah dengan lebih maksimal. Penerbitan kartu kredit syariah untuk memberikan kemudahan dan memberikan keamanan dalam transaksi. Adanya kartu kredit syariah semakin menambah variasi dari produk perbankan syariah, dengan harapan bank syariah akan lebih berkembang dan mampu bersaing dengan bank-bank konvensional sebagai kompetitornya.
Penerbitan kartu kredit syariah diharapkan nantinya mampu menggantikan posisi kartu kredit yang berkembang, pada bank konvensional yang secara nyata melakukan proses transaksi dengan sistem ribawi, yaitu pengambilan keuntungan dengan mengenakan bunga. Sedang kartu kredit syariah tetap berada pada koridor syariah yang memberikan batasan dan kejelasan dalam transaksi.
Sebagian kalangan pelaku bank syariah menyangsikan dimunculkannya kartu kredit syariah tersebut, karena dimungkinkan akan mendorong masyarakat nasabah bank syariah terjebak pada budaya konsumerisme, seperti yang terjadi pada bank konvensional. Dikhawatirkan nantinya nasabah bank syariah akan terlena dengan kemudahan fasilitas yang diberikan dalam hal berbelanja tanpa berhitung pada kebutuhan yang sebenarnya. Nantinya, nasabah akan lebih banyak menggunakan fasilitas tersebut untuk memenuhi keinginannya bukan didasari pada kebutuhan mereka.
Seperti yang telah terjadi, dikhawatirkan penerbitan kartu kredit syariah berpotensi menciptakan dan menyebabkan peningkatan pada rasio pembiayaan bermasalah (NPF). Hingga dimungkinkan akan menurunkan citra positif bank syariah yang selama ini memiliki pembiayaan bermasalah masih di bawah 5%, yang berkategori bagus.
Melihat pengalaman yang telah terjadi pada bank konvensional, dari seluruh kartu kredit yang tersebar, 70 persennya merupakan kartu kredit yang bermasalah. Tidak sedikit dari pemegang kartu kredit mengalami keterlambatan pembayaran atas tagihannya. Akhirnya harus menanggung beban denda bunga kredit yang cukup tinggi. Semakin lama beban tagihan dan beban bunga akan semakin membengkak jika tidak segera dilunasi oleh nasabah. Penambahan beban bunga yang semakin besar dapat mengakibatkan ketidakmampuan nasabah pemegang kartu kredit untuk melunasi tagihannya.
Mendorong Konsumtif
Untuk mengatasi permasalahan yang muncul yang diakibatkan oleh minimnya pencegahan dalam bertransaksi secara berlebih-lebihan. Bank syariah sebagai penerbit kartu kredit syariah, harus mampu melakukan pencegahan ataupun membatasi terhadap nafsu berbelanja nasabah dengan memberikan batasan maksimal dalam belanja disesuaikan dengan besarnya gaji/pandapatan nasabah. Begitu juga, bank syariah harus selektif di dalam memberikan kartu kreditnya kepada nasabah sebagai tindakan kehati-hatian. Nasabah yang berhak mendapatkan kartu kredit syariah hanya mereka yang memiliki kemampuan secara financial dan memiliki kejujuran.
Menurut Ma’ruf Amin, Ketua DSN-MUI, untuk mencegah terjadinya budaya konsumerisme pada masyarakat pemegang kartu kredit syariah, dengan mewajibkan pemegang kartu untuk menitipkan sebagian dana mereka sebagai collateral cash di bank syariah penerbit kartu. Ditambah dengan jumlah plafond pembiayaan pemegang kartu harus disesuaikan dengan besarnya jumlah pendapatan yang dimiliki oleh pemegang kartu tersebut. (republika, 1-2-2007)
Sesuai dengan usulan sebagian anggota DSN, besarnya collateral cash dapat ditentukan dengan kisaran nilai sebesar 20 persen dari plafond kartu kreditnya. Nilai collateral cash ini diyakini cukup efektif untuk mengendalikan prilaku konsumtif. Atas usulan ini, Harisman (mantan Direktur Direktorat Perbankan Syariah-BI) menyambut baik. Menurut Harisman, saat ini meski tidak sebesar 20 persen, namun Bank Indonesia tetap menganjurkan ada deposit dari sisi pemakai kartu kredit.
Menurut Muhammad Hidayat (Anggota DSN), kartu kredit akan menumbuhkan prilaku konsumtif pada masyarakat, namun hal ini dibutuhkan guna perkembangan dari perbankan syariah. Untuk membatasi prilaku konsumtif tersebut, sesuai dengan yang diatas, perlu ada collateral cash bagi nasabah. Idealnya menurut Hidayat adalah 5 persen, karena jika melebihi dari 5 persen, bank syariah akan kehilangan daya saingnya dengan kartu kredit yang diterbitkan oleh bank konvensional.
Namun, hal ini tidak sepenuhnya dapat diyakini akan mampu mencegah prilaku konsumtif pada masyarakat. Pada prakteknya nanti, beredarnya kartu kredit syariah tidak akan berbeda dengan kartu kredit konvensional, proses transaksi yang dilakukan pemegang kartu dengan merchant pun tidak berbeda. Kecuali bank syariah sebagai pihak penerbit akan segera menutup transaksi yang melebihi batas maksimal dari besarnya plafond yang dimiliki pihak pemegang kartu. Akan tetapi, kondisi ini akan dihadapkan pada persoalan ketertarikan nasabah sebagai konsumen terhadap kartu kredit syariah. Permasalahan timbul dengan persaingan yang akan dihadapi bank syariah pada bank konvensional yang memberikan kemudahan syarat-syarat dan kebebasan transaksi.

Skala Prioritas Produk Syariah
Terlepas dari bagaimana penerapannya dan seperti apa ketentuan yang diterapkan. Setelah difatwakan hingga sekarang, kurang lebih 5 bulan, kartu kredit syariah belum beredar di pasaran, respon dari bank syariah pun masih timbul tenggelam. Hingga saat ini, baru Danamon Syariah yang telah menyatakan siap meluncurkan kartu kredit syariah. Tahap awal penerbitan menurut direktur usaha syariahnya, Hendarin Sukarmadji, mentargetkan 15-20 ribu kartu. Selebihnya, dari bank syariah masih menahan diri dan menunggu respon di masyarakat. Bahkan, Bank Muamalat Indonesia melalui direkturnya, U. Syaifuddin Noer, telah menyatakan tidak akan menerbitkan kartu kredit syariah, karena dianggap akan manjadikan masyarakat lebih konsumtif.
Respon yang kurang dari pihak bank syariah atas fatwa kartu kredit syariah menimbulkan tanda tanya atas fungsi dan kebutuhan mendasar dari kartu kredit syariah itu sendiri, sebagai solusi dari target akselerasi bank syariah untuk mencapai market share 5 persen pada 2008.
Penerbitan fatwa kartu kredit syariah seharusnya tidak hanya didasarkan atas halal atau tidaknya dari sisi syariah, tetapi juga harus memperhatikan bagaimana manfaat dan kegunaannya serta efek sosialnya bagi masyarakat. Jadi, bagi masyarakat nasabah bank syariah selain diarahkan untuk berprilaku ekonomi secara syariah, harus juga di didik untuk menentukan skala prioritas yang menjadi kebutuhan mendasar bagi kelayakan hidupnya. Jika dirasakan bahwa kartu kredit syariah bukan merupakan kebutuhan yang cukup mendesak dan penting, tentunya tidak harus diupayakan secara maksimal dalam pengembangannya.
Untuk mendidik masyarakat melakukan kegiatan ekonomi secara Islami, baik oleh bank syariah, Dewan Syariah Nasional ataupun pakar-pakar ekonomi Islam harus bertahap dan menunjukkan skala prioritas yang jelas.
Pola dari pendidikan berdasarkan skala prioritas bisa didasarkan atas kebutuhan mendasar dari seseorang, seperti yang telah dirumuskan oleh Syatibi. Syatibi menjelaskan bahwa kebutuhan mendasar seseorang bisa di nilai dari hal yang bersifat dharuriyat, yaitu kebutuhan primer, kebutuhan yang sangat mendasar bagi setiap orang. Berikutnya adalah kebutuhan yang bersifat hajjiyat, kebutuhan yang merupakan kebutuhan sekunder bagi setiap orang. Selanjutnya, kebutuhan yang didasarkan atas kebutuhan yang bersifat tahsiniyat, kebutuhan pelengkap bagi setiap orang atau bahkan hanya sebagai aksesoris.
Pendudukan masalah dari kartu kredit syariah ini dapat di pilah-pilah dan ditentukan sebagai produk bank syariah sesuai dengan tingkat kebutuhan bank syariah terhadap kartu tersebut dan kebutuhan masyarakat dalam menggunakan kartu kredit syariah di setiap transaksi mereka. Jika kartu kredit syariah hanya merupakan kebutuhan pelengkap dan tidak urgent sebagai alat transaksi atau bahkan jika akan menimbulkan mudharat, maka akan lebih baik jika produk operasional bank syariah yang menggunakan kartu, hanya pada kartu debit saja atau kartu lain yang tidak akan menimbulkan masalah di kemudian hari. Wallahua’lam bi shawab
Mendorong Konsumtif
Untuk mengatasi permasalahan yang muncul yang diakibatkan oleh minimnya pencegahan dalam bertransaksi secara berlebih-lebihan. Bank syariah sebagai penerbit kartu kredit syariah, harus mampu melakukan pencegahan ataupun membatasi terhadap nafsu berbelanja nasabah dengan memberikan batasan maksimal dalam belanja disesuaikan dengan besarnya gaji/pandapatan nasabah. Begitu juga, bank syariah harus selektif di dalam memberikan kartu kreditnya kepada nasabah sebagai tindakan kehati-hatian. Nasabah yang berhak mendapatkan kartu kredit syariah hanya mereka yang memiliki kemampuan secara financial dan memiliki kejujuran.
Menurut Ma’ruf Amin, Ketua DSN-MUI, untuk mencegah terjadinya budaya konsumerisme pada masyarakat pemegang kartu kredit syariah, dengan mewajibkan pemegang kartu untuk menitipkan sebagian dana mereka sebagai collateral cash di bank syariah penerbit kartu. Ditambah dengan jumlah plafond pembiayaan pemegang kartu harus disesuaikan dengan besarnya jumlah pendapatan yang dimiliki oleh pemegang kartu tersebut. (republika, 1-2-2007)
Sesuai dengan usulan sebagian anggota DSN, besarnya collateral cash dapat ditentukan dengan kisaran nilai sebesar 20 persen dari plafond kartu kreditnya. Nilai collateral cash ini diyakini cukup efektif untuk mengendalikan prilaku konsumtif. Atas usulan ini, Harisman (mantan Direktur Direktorat Perbankan Syariah-BI) menyambut baik. Menurut Harisman, saat ini meski tidak sebesar 20 persen, namun Bank Indonesia tetap menganjurkan ada deposit dari sisi pemakai kartu kredit.
Menurut Muhammad Hidayat (Anggota DSN), kartu kredit akan menumbuhkan prilaku konsumtif pada masyarakat, namun hal ini dibutuhkan guna perkembangan dari perbankan syariah. Untuk membatasi prilaku konsumtif tersebut, sesuai dengan yang diatas, perlu ada collateral cash bagi nasabah. Idealnya menurut Hidayat adalah 5 persen, karena jika melebihi dari 5 persen, bank syariah akan kehilangan daya saingnya dengan kartu kredit yang diterbitkan oleh bank konvensional.
Namun, hal ini tidak sepenuhnya dapat diyakini akan mampu mencegah prilaku konsumtif pada masyarakat. Pada prakteknya nanti, beredarnya kartu kredit syariah tidak akan berbeda dengan kartu kredit konvensional, proses transaksi yang dilakukan pemegang kartu dengan merchant pun tidak berbeda. Kecuali bank syariah sebagai pihak penerbit akan segera menutup transaksi yang melebihi batas maksimal dari besarnya plafond yang dimiliki pihak pemegang kartu. Akan tetapi, kondisi ini akan dihadapkan pada persoalan ketertarikan nasabah sebagai konsumen terhadap kartu kredit syariah. Permasalahan timbul dengan persaingan yang akan dihadapi bank syariah pada bank konvensional yang memberikan kemudahan syarat-syarat dan kebebasan transaksi.

Skala Prioritas Produk Syariah
Terlepas dari bagaimana penerapannya dan seperti apa ketentuan yang diterapkan. Setelah difatwakan hingga sekarang, kurang lebih 5 bulan, kartu kredit syariah belum beredar di pasaran, respon dari bank syariah pun masih timbul tenggelam. Hingga saat ini, baru Danamon Syariah yang telah menyatakan siap meluncurkan kartu kredit syariah. Tahap awal penerbitan menurut direktur usaha syariahnya, Hendarin Sukarmadji, mentargetkan 15-20 ribu kartu. Selebihnya, dari bank syariah masih menahan diri dan menunggu respon di masyarakat. Bahkan, Bank Muamalat Indonesia melalui direkturnya, U. Syaifuddin Noer, telah menyatakan tidak akan menerbitkan kartu kredit syariah, karena dianggap akan manjadikan masyarakat lebih konsumtif.
Respon yang kurang dari pihak bank syariah atas fatwa kartu kredit syariah menimbulkan tanda tanya atas fungsi dan kebutuhan mendasar dari kartu kredit syariah itu sendiri, sebagai solusi dari target akselerasi bank syariah untuk mencapai market share 5 persen pada 2008.
Penerbitan fatwa kartu kredit syariah seharusnya tidak hanya didasarkan atas halal atau tidaknya dari sisi syariah, tetapi juga harus memperhatikan bagaimana manfaat dan kegunaannya serta efek sosialnya bagi masyarakat. Jadi, bagi masyarakat nasabah bank syariah selain diarahkan untuk berprilaku ekonomi secara syariah, harus juga di didik untuk menentukan skala prioritas yang menjadi kebutuhan mendasar bagi kelayakan hidupnya. Jika dirasakan bahwa kartu kredit syariah bukan merupakan kebutuhan yang cukup mendesak dan penting, tentunya tidak harus diupayakan secara maksimal dalam pengembangannya.
Untuk mendidik masyarakat melakukan kegiatan ekonomi secara Islami, baik oleh bank syariah, Dewan Syariah Nasional ataupun pakar-pakar ekonomi Islam harus bertahap dan menunjukkan skala prioritas yang jelas.
Pola dari pendidikan berdasarkan skala prioritas bisa didasarkan atas kebutuhan mendasar dari seseorang, seperti yang telah dirumuskan oleh Syatibi. Syatibi menjelaskan bahwa kebutuhan mendasar seseorang bisa di nilai dari hal yang bersifat dharuriyat, yaitu kebutuhan primer, kebutuhan yang sangat mendasar bagi setiap orang. Berikutnya adalah kebutuhan yang bersifat hajjiyat, kebutuhan yang merupakan kebutuhan sekunder bagi setiap orang. Selanjutnya, kebutuhan yang didasarkan atas kebutuhan yang bersifat tahsiniyat, kebutuhan pelengkap bagi setiap orang atau bahkan hanya sebagai aksesoris.
Pendudukan masalah dari kartu kredit syariah ini dapat di pilah-pilah dan ditentukan sebagai produk bank syariah sesuai dengan tingkat kebutuhan bank syariah terhadap kartu tersebut dan kebutuhan masyarakat dalam menggunakan kartu kredit syariah di setiap transaksi mereka. Jika kartu kredit syariah hanya merupakan kebutuhan pelengkap dan tidak urgent sebagai alat transaksi atau bahkan jika akan menimbulkan mudharat, maka akan lebih baik jika produk operasional bank syariah yang menggunakan kartu, hanya pada kartu debit saja atau kartu lain yang tidak akan menimbulkan masalah di kemudian hari. Wallahua’lam bi shawab
Oleh:
Ir. Nadratuzzaman Hosen, MS., MEc., Ph.D
Ach. Bakhrul Muchtasib, SEi., MSi

Selengkapnya...

Kamis, 11 Juni 2009

Belajar Blog

Dunia blogging bagi sebagian personal begitu menarik sekali, bebas menyalurkan uneg-uneg, ide dan bisa berbagi untuk semua kalangan. Bahkan dengan blog yang kita punya kita bisa mendapatkan penghasilan yang bisa menutup biaya internet yang kita gunakan, dan aja juga dari hasil ngeblog tersebut dijadikan biaya kehidupan sehari-hari. Siapa yang tak kenal dengan Fatih Syuhud? Para blogger-blogger senior Indonesia tentunya sudah mengerti siapa itu Fatih syuhud, yaitu seorang yang dijadikan referensi para blogger senior ataupun yunior dalam dunia blogging.
Bagi anda yang baru belajar ngeblog mungkin sebaiknya jangan berpikir muluk untuk menjadikan dunia blogging sebagai sumber penghasilan, dunia yang penuh persaingan. Semua berawal dari hoby kita menyalurkan ide, tentunya pemikiran yang original, transafaran, blak-blakan dari anda sangat dinanti-nanti dunia blogging. Bagi anda yang pengen belajar blogging, sebaiknya belajarlah dengan senior-senior kita seperti Cara Membuat BlogFatih Syuhud, this the right way. Selengkapnya...

Selasa, 09 Juni 2009

SekilasTentang Mazhab Dalam Ekonomi Islam

Perlu diketahui sebagai sudut pandang para sarjana muslim dalam mengkaji ilmu ekonomi tersebut. Adiwarman (2002) memetakan pada tiga sudut pandang/mazhab dalam mengkaji ilmu ekonomi islam. Mazhab tersebut adalah Mazhab Baqir as-Sadr, Mazhab Mainstream, Mazhab Alternatif Kritis.
Mazhab Baqir as-Sadr dipelopori oleh Baqir as-Sadr dengan karya momentalnyaIstishaduna. Mazhab ini berpendapat bahwa ilmu ekonomi tidak akan pernah bisa sejalan dengan islam. Keduanya tidak pernah dapat disatukan karena berangkat dari filosofi yang saling kontradiktif. Sejalan dengan itu, semua teori yang dikembangkan oleh ekonomi konvensional ditolak dan dibuang. Sebagai gantinya mazhab ini berusaha untuk menyusun teori-teori baru dalam ekonomi yang langsung digali dan langsung dideduksi dari Al Quran dan As-Sunnah.
Berbeda dengan Mazhab Baqir, Mainstream tidak pernah sekaligus neninggalkan teori-teori konvensional yang telah dihasilkan. Hal ini terjadi karena pandangan mazhab ini tentang masalah ekonomi hampir tidak ada bedanya dengan pandangan ekonomi konvensional. Hanya saja letak perbedaannya terletak pada cara menyelesaikan masalah tersebut. Permasalahan terkait dengan sumber daya yang terbatas dengan keinginan manusia yang tak terbatas memaksa manusia untuk melakukan pilihan-pilihan sesuai prioritas yang diperlukan. Dalam ekonomi konvensional, prioritas yang dibutuhkan akan sangat bergantung kepada selera pribadi. Sedang dalam mazhab ini dalam menentukan sebuah prioritas kebutuhan, konsumen tidak boleh berjalan semaunya tetapi dipandu oleh Al Quran dan as-Sunnah. Mazhab mainstream ini lebih jamak dikenal dan diaplikasikan di berbagai negara.
Mazhab berikutnya adalah Alternatif-Kritis yang dipelopori oleh Timur Kuran, Jomo dan beberapa tokoh lain. Mazhab ini mengkritik dua mazhab sebelumnya Mazhab baqir dikritik sebagai mazhab yang berusaha menemukan teori baru yang sesungguhnya telah ditemukan oleh orang lain. Sedang mainstream dilihat sebagai jiplakan dari ekonomi neo-klasik dengan menghilankan unsur riba serta memasukkan variabel zakat dan niat
Alternatif-Kritis mempunyai pendapat bahwa analitis kritis bukan saja harus dilakukan terhadap sosialisme dan kapitalisme, tetapi juga tehadap ekonomi islam itu sendiri.
Dari ketiga mazhab tersebut diatas, pendekatan yang paling sering digunakan dalam mengkaji ekonomi islam adalah sudut pandang/mazhab mainstream. Mazhab ini paling lazim digunakan karena paling realistis dan pada beberapa sektor telah dapat menemukan teori-teori baru. Selain itu. Beberapa alasan yang diajukan adalah; pertama, tidak ada suatu cabang ilmu yang hadir dikemudian hari tanpa ada keterkaitan dengan disiplin ilmu yang telah dikembangkan pada masa sebelumnya. Kedua, fondasi rancang bangun ekonomi islam sampai saat ini belum sepenuhnya kokoh dengan berbagai macam teori-teorinya sebagaimana ekonomi konvensional. Ketiga, kritik yang diarahkan kepada mazhab mainstream bahwa ia hanya sebagai produk jiplakan neo-klasik menurut penyusun tidak dikatakan benar secara meyakinkan.
Terkait dengan alasan ketiga, Ugi Suharto (2004) dalam bukunya yang berjudul Paradigma Ekonomi Konvensional Dalam Sosialisasi Ekonomi Islam menyatakan bahwa ekonomi islam tidak bisa begitu saja terlepas dari ekonomi konvensional. Paradigma ekonomi konvensional akan tetap berfungsi dalam membentuk paradigma ekonomi islam dan pelaksanaannya. Teori-teori ekonomi konvensional,baik yang mikro maupun makro, akan tetap terpakai dalam diskursus ekonomi islam.
Lebih lanjut, beliau menekankan bahwa dalam melakukan proses islamisasi ekonomi perlu mengambil tiga bentuk pendekatan yang adil terhadap ekonomi konvensional. Adapun pendekatan tersebut adalah:
a. Pendekatan menolak (negation)
Maksudnya bahwa tidak semua paradigma ekonomi konvensional bisa diterima masuk dalam ekonomi islam. Sebagian paradigma ekonomi konvesional, bahkan mungkin bagian yang paling fundamental, harus ditolak dan tidak bisa dikompromikan dengan ajaran islam.
b. Pendekatan memadukan (integration)
Selain menolak yang tidak sesuai, islam juga megakui kebaikan-kebaikan yang ada pada sistem lain. Ekonomi konvensional yang tidak bertentangan dengan ajaran islam mesti diterima oleh ekonomi islam. Karena integralisme merupakan salah sau unsur dari islamisasi.
c. Pendekatan menambah nilai (value addition)
Ekonomi islam mampu memberikan nilai tambah yang baru dan memberikan nilai tambah yang baru dan memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Pada tataran ini peranan islamisasi ekonomi adalah dengan memasukkan nilai-nilai khusus islam yang tidak ada pada ekonomi konvensional.
Selengkapnya...

Senin, 08 Juni 2009

Sejarah Pajak dan Zakat

Zakat
Selama tiga belas tahun di Mekkah, kaum muslimin didorong untuk menginfakkan harta mereka buat para fakir, miskin, dan budak, namum sebelum ditentukan nisab dan berapa kewajiban zakatnya, juga belum diketahui apakah telah diorganisasi pengumpulan dan penyalurannya. Yang jelas kaum muslim dulu memberikan sebagian besar harta mereka untuk kepentingan Islam.
Ayat-ayat dalam surah al-Hajj yang turun diawal periode Madinah menjelaskan salah satu ciri orang mukmin, yaitu menegakkan shalat dan membayar zakat. Pada masa Rasulullah, zakat dikenakan pada ternak, emas, perak, pertanian, dan barang terpendam. Pada periode Madinah, baru ditentukan nisab dan jumlah kewajiban zakat, administrasi, pengumpulan, dan penyaluran.
Pada zaman Abu Bakar r.a., sebagian orang menolak membayar zakat dikarenakan adanya nabi palsu saat itu dan ada yang menunggu perkembangan setelah wafatnya Rasulullah. Pada zaman Umar r.a.., objek zakat diperluas, misalnya kuda yang tadinya tidak dikenakan zakat malah menjadi objek zakat.
Pada masa Utsman r.a., dengan kemajuan perekonomian umat saat itu, timbul masalah baru, antara lain hukum zakat atas pinjaman. Utsman berpendapat jika uang itu dapat ditagih pada waktunya berzakat, manun ia tidak melakukannya, ia harus membayar zakat dari seluruh hartanya termasuk utang yang seharusnya dapat ditagih. Pada masa Ali r.a., ternak yang dipekerjakan tidak dikenakan zakat karena dianggap kebutuhan dasar petani. Dan Ali membolehkan pembayaran zakat dengan bentuk barang serta uang.

Pajak
Pengenaan pajak langsung sebagai cikal bakal dari pajak penghasilan sudah terdapat pada zaman Romawi Kuno, antara lain dengan adanya pungutan yang bernama tributum yang berlaku sampai dengan tahun 167 sebelum Masehi. Pengenaan pajak penghasilan secara eksplisit yang diatur dalam suatu Undang-undang sebagai Income Tax baru dapat ditemukan di Inggris pada tahun 1799. Sejarah pengenaan Pajak Penghasilan di Indonesia dimulai dengan adanya tenement tax (huistaks) pada tahun 1816, yakni


sejenis pajak yang dikenakan sebagai sewa terhadap mereka yang menggunakan bumi sebagai tempat berdirinya rumah atau bangunan. Pada periode sampai dengan tahun 1908 terdapat perbedaan perlakuan perpajakan antara penduduk pribumi dengan orang Asia dan orang Eropa, dengan kata lain dapat dikatakan, bahwa terdapat banyak perbedaan dan tidak ada uniformitas dalam perlakuan perpajakan. Tercatat beberapa jenis pajak yang hanya diperlakukan kepada orang Eropa seperti “patent duty”. sebaliknya business tax atau bedrijfsbelasting untuk orang pribumi. Di samping itu, sejak tahun 1882 sampai tahun 1916 dikenal adanya Poll Tax yang pengenaannya berdasarkan status pribadi, pemilikan rumah dan tanah. Dengan makin banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia, maka kebutuhan akan mengenakan pajak terhadap pendapatan karyawan perusahaan muncul. Maka pada tahun 1935 ditetapkanlah Ordonansi Pajak Pajak Upah (loonbelasting) yang memberi kewajiban kepada majikan untuk memotong Pajak Upah/gaji pegawai yang mempunyai tarif progresif dari 0% sampai dengan 15%. Pada zaman Perang Dunia II diperlakukan Oorlogsbelasting (Pajak Perang) menggantikan ordonansi yang ada dan pada tahun 1946 diganti dengan nama Overgangsbelasting (Pajak Peralihan). Dengan UU Nomor 21 tahun 1957 nama Pajak Peralihan diganti dengan nama Pajak Pendapatan tahun 1944 yang disingkat dengan Ord. PPd. 1944. Pajak Pendapatan sendiri disingkat dengan PPd. Saja. Ord. PPd. 1944 setelah beberapa kali mengalami perubahan terutama dengan perubahan tahun 1968 yakni dengan adanya UU No. 8 tahun 1968 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan 1925, yang lebih terkenal dengan “UU MPO dan MPS”. Perubahan lainnya adalah dengan UU No. 9 tahun 1970 yang berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni dengan diadakannya tax reform di Indonesia.
Selengkapnya...

Kamis, 04 Juni 2009

Pemasaran Jasa

KONSEP DAN PENGERTIAN PEMASARAN
Pemasaran sebagai fungsi bisnis, mengidentifikasi kebutuhan dan tuntutan yang belum terpenuhi, menentukan siapa pelanggan atau pengguna dari suatu produk atau jasa (yang disebut dengan pasar target) yang dapat dilayani dengan sebaik-baiknya oleh organisasi, menetapkan produk, jasa atau layanan dan program program untuk melayani pasar-pasar tersebut, dan mengundang setiap orang dalam organisasi untuk berfikir dan melayani pelanggan. Jadi suatu definisi praktis dari fungsi pemasaran memasukan tiga segi : mengindentifikasi kebutuhan pembeli dan pembeli potensial dalam pangsa pasar mereka; Memuaskan kebutuhan itu dengan menjual jasa atau produk sesuai; membuat laba (Katz, 1991:1).
Menurut Kotler (1997:8) peasaran adalah: “suatu proses sosial yang mana di dalamnya terdapat individu dan kelompok untuk mendapatkan apa saja yang mereka inginkan dan butuhkan dengan cara menciptakan, menawarkan, dan menukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain”.
Sedangkan menurut Sumarni dan Soeprihanto (1995:231), pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendirtribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.
Walaupun pengertian pemasaran itu berbeda-beda menurut para ahli, tetapi dari semua itu dapat ditarik kesimpulan bahwa pemasaran itu berintikan seluruh kegiatan organisasi perusahaan yang diarahkan sedemikian rupa untuk dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen atau pelanggan.
Untuk mengangkat jumlaah konsumen atau pelanggan, perusahaan harus memberikan produk serta jasa yang memuaskan.
Oleh karena itu perlu adanya suatu upaya yang harus ditempuh suatu organisasi atau perusahaan untuk mempengaruhi konsumen atau pelanggan di dalam membeli suatu produk atau jasa yang ditawarkan dengan melihat dari kombinasi empat faktor, yaitu:
1. Menawarkan sesuatu yang bernilai bagi konsumen baik itu berupa barang ataupun jasa.
2. Menetapkan harga produk yang wajar, artinya penjual dan pembeli dapat saling memperoleh manfaat dari produk tersebut.
3. Berusaha mengkomunikasikan atau melakukan promosi atas manfaat produk yang dihasilkan kepada terget pasar yang akan dilayani.
4. Merancang model distribusi yang mampu menjamin ketersediaan produk di berbagai tempat dan situasi. Selengkapnya...