Halaman

Selasa, 09 Juni 2009

SekilasTentang Mazhab Dalam Ekonomi Islam

Perlu diketahui sebagai sudut pandang para sarjana muslim dalam mengkaji ilmu ekonomi tersebut. Adiwarman (2002) memetakan pada tiga sudut pandang/mazhab dalam mengkaji ilmu ekonomi islam. Mazhab tersebut adalah Mazhab Baqir as-Sadr, Mazhab Mainstream, Mazhab Alternatif Kritis.
Mazhab Baqir as-Sadr dipelopori oleh Baqir as-Sadr dengan karya momentalnyaIstishaduna. Mazhab ini berpendapat bahwa ilmu ekonomi tidak akan pernah bisa sejalan dengan islam. Keduanya tidak pernah dapat disatukan karena berangkat dari filosofi yang saling kontradiktif. Sejalan dengan itu, semua teori yang dikembangkan oleh ekonomi konvensional ditolak dan dibuang. Sebagai gantinya mazhab ini berusaha untuk menyusun teori-teori baru dalam ekonomi yang langsung digali dan langsung dideduksi dari Al Quran dan As-Sunnah.
Berbeda dengan Mazhab Baqir, Mainstream tidak pernah sekaligus neninggalkan teori-teori konvensional yang telah dihasilkan. Hal ini terjadi karena pandangan mazhab ini tentang masalah ekonomi hampir tidak ada bedanya dengan pandangan ekonomi konvensional. Hanya saja letak perbedaannya terletak pada cara menyelesaikan masalah tersebut. Permasalahan terkait dengan sumber daya yang terbatas dengan keinginan manusia yang tak terbatas memaksa manusia untuk melakukan pilihan-pilihan sesuai prioritas yang diperlukan. Dalam ekonomi konvensional, prioritas yang dibutuhkan akan sangat bergantung kepada selera pribadi. Sedang dalam mazhab ini dalam menentukan sebuah prioritas kebutuhan, konsumen tidak boleh berjalan semaunya tetapi dipandu oleh Al Quran dan as-Sunnah. Mazhab mainstream ini lebih jamak dikenal dan diaplikasikan di berbagai negara.
Mazhab berikutnya adalah Alternatif-Kritis yang dipelopori oleh Timur Kuran, Jomo dan beberapa tokoh lain. Mazhab ini mengkritik dua mazhab sebelumnya Mazhab baqir dikritik sebagai mazhab yang berusaha menemukan teori baru yang sesungguhnya telah ditemukan oleh orang lain. Sedang mainstream dilihat sebagai jiplakan dari ekonomi neo-klasik dengan menghilankan unsur riba serta memasukkan variabel zakat dan niat
Alternatif-Kritis mempunyai pendapat bahwa analitis kritis bukan saja harus dilakukan terhadap sosialisme dan kapitalisme, tetapi juga tehadap ekonomi islam itu sendiri.
Dari ketiga mazhab tersebut diatas, pendekatan yang paling sering digunakan dalam mengkaji ekonomi islam adalah sudut pandang/mazhab mainstream. Mazhab ini paling lazim digunakan karena paling realistis dan pada beberapa sektor telah dapat menemukan teori-teori baru. Selain itu. Beberapa alasan yang diajukan adalah; pertama, tidak ada suatu cabang ilmu yang hadir dikemudian hari tanpa ada keterkaitan dengan disiplin ilmu yang telah dikembangkan pada masa sebelumnya. Kedua, fondasi rancang bangun ekonomi islam sampai saat ini belum sepenuhnya kokoh dengan berbagai macam teori-teorinya sebagaimana ekonomi konvensional. Ketiga, kritik yang diarahkan kepada mazhab mainstream bahwa ia hanya sebagai produk jiplakan neo-klasik menurut penyusun tidak dikatakan benar secara meyakinkan.
Terkait dengan alasan ketiga, Ugi Suharto (2004) dalam bukunya yang berjudul Paradigma Ekonomi Konvensional Dalam Sosialisasi Ekonomi Islam menyatakan bahwa ekonomi islam tidak bisa begitu saja terlepas dari ekonomi konvensional. Paradigma ekonomi konvensional akan tetap berfungsi dalam membentuk paradigma ekonomi islam dan pelaksanaannya. Teori-teori ekonomi konvensional,baik yang mikro maupun makro, akan tetap terpakai dalam diskursus ekonomi islam.
Lebih lanjut, beliau menekankan bahwa dalam melakukan proses islamisasi ekonomi perlu mengambil tiga bentuk pendekatan yang adil terhadap ekonomi konvensional. Adapun pendekatan tersebut adalah:
a. Pendekatan menolak (negation)
Maksudnya bahwa tidak semua paradigma ekonomi konvensional bisa diterima masuk dalam ekonomi islam. Sebagian paradigma ekonomi konvesional, bahkan mungkin bagian yang paling fundamental, harus ditolak dan tidak bisa dikompromikan dengan ajaran islam.
b. Pendekatan memadukan (integration)
Selain menolak yang tidak sesuai, islam juga megakui kebaikan-kebaikan yang ada pada sistem lain. Ekonomi konvensional yang tidak bertentangan dengan ajaran islam mesti diterima oleh ekonomi islam. Karena integralisme merupakan salah sau unsur dari islamisasi.
c. Pendekatan menambah nilai (value addition)
Ekonomi islam mampu memberikan nilai tambah yang baru dan memberikan nilai tambah yang baru dan memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Pada tataran ini peranan islamisasi ekonomi adalah dengan memasukkan nilai-nilai khusus islam yang tidak ada pada ekonomi konvensional.

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar